Sangkakala Perang Politik Uang dari Lereng Menoreh
|
Oleh: Nur Kholiq SH SThI MKn Ketua Bawaslu Purworejo
SUARA burung hantu bersahut mulai terdengar jelas. Udara dingin di awal musim hujan pun mulai menyergap. Sesekali bulu kuduk berdiri menahan rasa yang berpadu. Antara dingin dan nuansa horor di lereng perbukitan Menoreh, Sabtu (2/11/2019).
Ya, malam memang telah larut. Hari bahkan hampir berganti. Namun puluhan warga di Desa Hargorojo, Kecamatan Bagelen, Purworejo tak jua beranjak dari beranda kantor Balaidesa. Warga lintas agama: Islam, Katholik, Budha, dan Kristen membaur dalam harmoni kerukunan. Bersama Bawaslu Kabupaten Purworejo mendiskusikan tentang harapan-harapan kebangsaan. Secara khusus mengulik tema: bahaya politik uang.
Semangat mereka membara. Seperti terinjeksi semangat perang Jawa 1925-1930 yang dikobarkan Pangeran Diponegoro. Perang yang konon juga bergelora di lereng perbukitan Menoreh. Sepanjang garis batas provinsi Jawa Tengah dengan Provinsi DIY.
"Wuwur itu jelas merusak tatanan. Saya setuju sekali kalau kita lawan," tegas Qodrat (53), salah satu warga menyampaikan pandangannya dalam sesi dialog pembinaan desa anti politik uang. Wuwur adalah istilah yang digunakan masyarakat setempat untuk menyebut praktik jual beli suara atau politik uang dalam setiap pemilihan.
Menurut Qodrat, daya rusak politik uang itu sebenarnya jauh lebih dahsyat. Dia membandingkan dengan wabah Malaria. Penyakit endemi di lereng perbukitan menoreh.
"Kalau Malaria bisa kita cegah dengan perilaku hidup bersih. Tapi kalau hama wuwur ini sangat mematikan karena melibat berbagai unsur masyarakat. Dampaknya dirasakan oleh anak cucu kita," katanya sembari mengepulkan asap tebal cerutu klembak menyan khas Purworejo.
Pandangan serupa disampaikan oleh Pono (49). Menurut dia, politik uang dalam sebuah pemilihan sebenarnya merupakan benih dari korupsi. Sebab, orang yang menjadi pemimpin karena suaranya membeli, maka setelah menjabat, dipastikan akan mencari uang ganti.
"Kalau naiknya jadi pemimpin beli suara, pasti kalau jadi dia akan cari uang pengganti. Caranya ya dengan korupsi. Sekarang, apa kita rela punya pemimpin kok korupsi," tanyanya menyadarkan.
Karti (43), salah satu tokoh perempuan desa setempat mengungkapkan, mayoritas warga di desa itu sebenarnya menyadari bahwa politik uang merupakan sebuah kejahatan. Tapi kadangkala warga sulit menolak apabila ada tim sukses yang datang menawarkan sejumlah uang.
Ketua Bawaslu Purworejo, Nur Kholiq berdiskusi dengan warga terkait komitmen mereka dalam menolak politik uang di Balai Desa Hargorojo, Bagelen, Purworejo.
"Jumlahnya memang tidak seberapa. Tapi kadang mau menolak itu garuh. Cara menolak yang tepat inilah yang harus dipikirkan Bawaslu Purworejo supaya tidak menyinggung," ujarnya mengusulkan.
Dia berharap agar Bawaslu Purworejo memasang simbol-simbol yang menegaskan bahwa desa itu menolak politik uang. Dengan demikian, tim sukses yang mau main-main membeli suara akan berpikir dua kali.
Sekretaris Desa Hargorojo Nang Kosim membenarkan pentingnya simbol-simbol untuk mempertegas status desa sebagai kawasan yang menolak politik uang.
"Saya kira simbol itu penting. Kalau komitmen masyarakat untuk menolak politik uang saya kira sudah ada. Ibaratnya, warga sudah meniup sangkakala perang politik uang. Tinggal bagaimana agar api peperangan ini terus menyala dan terjaga," tegasnya.
Nanang menyebutkan, pemerintah desa dan seluruh masyarakat menyambut baik program Bawaslu Purworejo tersebut. Dia bahkan mengucapkan terima kasih karena Desa Hargorojo sudah dipilih menjadi salah satu desa anti politik uang.
"Ini sebuah penghargaan bagi kami. Artinya nilai-nilai harmoni kehidupan antar umat beragama di desa ini bisa menjadi modal penting bagi warga untuk berkomitmen mrmberantas politik uang," jelasnya.
Kades Hargorojo Nuryanto mengakui program Bawaslu Purworejo itu memberikan manfaat yang sangat besar untuk pendidikan politik warga. Juga mengembangkan nilai-nilai demokrasi dalam bingkai harmoni.
"Kami seluruh warga Desa Hargorojo menyatakan siap untuk menolak politik uang. Harapan kami, Bawaslu akan terus mendampingi agar komitmen warga ini terus terjaga," katanya.
Komisioner Bawaslu Kabupaten Purworejo Ali Yafie menjelaskan, Desa Hargorojo merupakan satu di antara tiga desa yang dipilih oleh Bawaslu Kabupaten Purworejo menjadi desa anti politik uang.
Kegiatannya ada edukasi, rembug warga, membangun komitmen, dan launching. "Rembug warga ini melibatkan tokoh lintas agama, tokoh masyarakat, pemuda, dan kelompok perempuan. Mereka kita ajak untuk diskusi, diberikan pemahaman. Harapannya ada transformasi nilai yang kemudian dipegah teguh masyarakat sehingga bisa membentengi diri dari politik uang," katanya.
Program desa anti politik uang ini adalah bagian dari strategi pencegahan yang sedang digencarkan oleh Bawaslu. Harapannya program ini memberikan dampak yang positif untuk mencegah terjadinya praktik politik uang pada Pilkada Kabupaten Purworejo tahun 2020 mendatang.