Lompat ke isi utama

Berita

Semua Harus Beradaptasi

oleh: Nur Kholiq (Ketua Bawaslu Purworejo)

TIM program JALU agaknya lupa. Abai dengan momentum. Hari ini, Selasa 21 April 2020. Semua orang di republik ini tentu tahu itu hari kesaktian wanita. Kelahiran R.A. Kartini. Pejuang emansipasi wanita asal Jepara yang pikirannya melampaui zamannya. Nilai-nilai perjuangannya menjadi spirit perjuangan kesetaraan. Dari dulu hingga masa kini.

 Alih-alih menghadirkan narasumber wanita pegiat pemilu. Justru saya dijadwalkan berpartner dengan Ketua KPU Purworejo Dulrochim. Nahas momentum itu baru kami sadari beberapa saat menjelang live dimulai.

Selama satu jam webkusi yang disiarkan langsung melalui Instagram, saya cemas. Khawatir Bawaslu Purworejo, si empunya hajat dituding tak memiliki sensitifitas dan responsifitas dengan momentum hari kesaktian wanita. Beruntunglah para netizen sahabat Bawaslu mengampuni kami. Tak ada satupun komentar bernada gugatan muncul di kolom chat. Atau mungkin sama seperti kami. Sama-sama tidak menyadari bahwa hari itu merupakan Hari Kartini..he..he..

Pak Dul, demikian saya biasa akrab menyapa, tampak sangat bersemangat mengikuti program ini. Undangannya mendadak. Sehari sebelum acara baru disampaikan. Itupun hanya melalui pesan WhatsApp. Kehadirannya di kantor Bawaslu juga lebih dahulu dibanding saya sebagai tuan rumah. Sebuah stopmap berlogo KPU ditenteng. Isinya dokumen-dokumen penting yang tampaknya tak sabar segera ingin dia sampaikan kepada pemirsa.

Jarum jam di “studio” Bawaslu Purworejo menunjukkan pukul 09.00 WIB. Supaya diketahui, ruang Sidang Nurhadi yang pada pertengahan Maret lalu digunakan untuk “mengadili” Pak Dul cs pada sengketa calon perseorangan, disulap menjadi semacam studio.  Keperluannya untuk komunikasi virtual dengan pimpinan Bawaslu RI maupun Provinsi Jawa Tengah.

Moderator Anis Mahrus memulai dengan pertanyaan bernada investigatif. Pilkada ditunda, KPU sekarang ini ngapain saja? Jangan sampai orang berpikir: penyelenggara pemilu hanya magabut alias makan gaji buta. Silakan dijelaskan Pak Ketua.

Pak Dul senyum tipis merespon. Tanda sedikitpun dia tidak merasa diteror. Saya maklum, Ketua KPU dua periode ini sudah kenyang makan asam garam. Puluhan tahun berpengalaman menjadi wartawan. Beberapa kali menjadi anggota Panwaslu Kabupaten Purworejo sebelum menjadi Ketua KPU sejak 2013 lalu.

Dengan suara khasnya, Pak Dul mulai berkicau: sebelum muncul pandemi covid-19, beberapa tahapan Pilkada Purworejo 2020 sudah dilaksanakan. Dimulai pada awal September 2019 lalu, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) memulai dengan perencanaan program dan anggaran. Tahapan ini dilakukan bersama dengan jajaran Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Untuk diketahui, sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 dan Permendagri Nomor 54 tahun 2019, pembiayaan Pilkada sepenuhnya menjadi tanggungjawab APBD II Kabupaten Purworejo.

Setelah melalui proses dialektika panjang dan relatif alot, golnya pada 27 September 2019, KPU dan Bawaslu bersama-sama menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan Bupati Purworejo. KPU mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 47 miliar. Sedangkan Bawaslu mendapatkan alokasi Rp 15,6 miliar.

Pak Dul melanjutkan, usai sepakat soal anggaran, KPU mulai melakukan sosialisasi tahapan. Gongnya digelar launching Pilkada 2020 di venue tugu kembar alun-alun Purworejo. Maskot Simanggis dan lagu jingle juga sudah diperkenalkan ke publik. KPU Purworejo juga sudah mengeluarkan SK yang menetapkan jumlah minimal dukungan untuk calon perseorangan sebesar 46.096.

Tahapan selanjutnya mengintensifkan sosialisasi ketentuan calon perseorangan. Sosialisasi tahapan sampai puncak tahapan pemungutan suara 23 September 2020 juga gencar dilakukan. “Kami juga mulai menerima konsultasi dari tim bakal calon perseorangan,” katanya.

Di awal 2020, KPU mengawali tahapan dengan pembentukan badan adhoc Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Seleksinya menggunakan mekanisme CAT atau computer assisted test. PPK terpilih hasil seleksi dilantik tanggal 29 Februari 2020. Beriringan dengan tahapan itu, KPU juga mulai membentuk badan adhoc Panitia Pemungutan Suara (PPS) untuk 494 desa/kelurahan. Bahkan tahapan ini sudah sampai pada tahapan seleksi tertulis dan wawancara.

Minggu ketiga bulan Februari, KPU menerima penyerahan syarat dukungan calon perseorangan. Puncaknya pada tanggal 23, 24, 25, dan 26. Siang malam KPU bekerja melakukan pengecekan dan penghitungan syarat dukungan yang diajukan bakal pasangan calon Slamet Riyanto-Suyanto HS. Hasilnya syarat dukungan dinyatakan ditolak hingga akhirnya berujung sengketa yang ditangani Bawaslu Purworejo.

Akhir putusan dari sidang musyawarah sengketa itu, KPU diperintahkan Bawaslu Purworejo untuk memberikan kesempatan penyesuaian dokumen. Putusan itu ditindaklanjuti kemudian langsung dilakukan verifikasi administrasi syarat dukungan yang berakhir tanggal 24 Maret 2020.

Dulrokhim menjelaskan, penyebaran virus covid-19 mulai mengkhawatirkan. Tanggal 16 Maret 2020 pemerintah pusat mulai menerapkan penyesuaian sistem kerja dengan mekanisme work from home (WFH). Kebijakan itu belum berpengaruh terhadap tahapan Pilkada yang secara nasional tetap diputuskan berlanjut.  

Sampai akhirnya peristiwa paling dramatis terjadi pada tanggal 22 Maret 2020. Sesuai dengan PKPU Nomor 2 tahun 2020 tentang Tahapan Program dan Jadwal,  pelantikan PPS sedianya digelar. Persiapan sudah dilakukan secara matang oleh PPK. Tempat pelantinkan, spanduk, konsumsi, dan SK sudah disiapkan. “Pihak Pemda sebenarnya sudah meminta agar ditunda karena situasi sudah mengkhawatirkan. Tanggal 21 Maret sore hari posisi masih sesuai dengan rencana awal,” katanya.

Akhirnya, tanggal 22 Maret 2020 pukul 02.00 WIB dini hari, KPU RI memutuskan empat tahapan ditunda. Yakni pelantikan PPS, verifikasi faktual dukungan calon perseorangan, pembentukan Pantarlih, dan pemutkahiran data pemilih. Semua akhirnya dibatalkan. “Konsumsi yang sudah terlanjur dipesan dibagikan kepada warga sekitar,” kelakarnya.

 Setelah itu, PPK yang baru saja terbentuk kemudian sementara waktu dinonaktifkan. Pandemi covid-19 mengakibatkan tahapan-tahapan itu tidak bisa dilaksanakan. Sebab terlalu berisiko jika diteruskan. Apalagi tahapan-tahapan yang ditunda itu pelaksanaanya pasti melanggar protokol pencegahan covid-19.

Saya merasa, narasi kronologis yang disampaikan Pak Dul itu sudah lengkap. Selama hampir 30 menit, sesekali saya hanya menganggukkan kepala. Supaya tak terlihat seperti patung untuk aksesoris properti siaran langsung saja...he..he..

Giliran moderator memberikan waktu, saya hanya menambahkan sedikit. Bahwa seluruh rangkaian tahapan yang diuraikan itu berpengaruh secara langsung terhadap kinerja Bawaslu. Puncaknya, pasca penundaan empat tahapan Pilkada itu, per 1 April 2020 pengawas adhoc mulai dinonaktifkan. Panwaslu Kecamatan sendiri sudah bekerja sejak 23 Desember 2019. Sedangkan Panwaslu Desa/Kelurahan yang semestinya mengawasi tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan baru saja dilantik tanggal 14 Maret 2020.

Waktu tersisa tinggal 20 menit saat moderator menanyakan: pascapenundaan tahapan, Bawaslu dan KPU kemudian ngapain aja? Pertanyaan cerdas. Publik harus diberikan penjelasan agar tidak berpikir negatif, saat negeri ini sedang dilanda pandemi covid-19.

Saya merasa harus memborong penjelasan untuk pertanyaan itu. Setelah penundaan tahapan, lembaga penyelenggaran pemilu juga menyesuaikan sistem kerja yang ditetapkan pemerintah melalui mekanisme WFH. Sepanjang WFH ini, Bawaslu sebenarnya tidak lantas kemudian menganggur. Saya dan Pak Dul sepakat: bahwa pandemi covid-19 membuat semua pihak harus beradaptasi. Termasuk penyelenggara pemilu di Bawaslu dan KPU. Suksesi memilih kepemimpinan melalui Pilkada memang penting. Namun keselamatan warga adalah yang utama. Keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 2017, Bawaslu memiliki tugas konstitusional mengembangkan program pengawasan partisipatif. Mendorong keterlibatan masyarakat melalui edukasi politik. Narasi besarnya, rakyat sebagai pemilik daulat harus terlibat dalam pengawasan pemilu.

Pengembangan program pengawasan partisipatif ini dilakukan dengan memanfaatkan media daring. Satu-satunya kanal yang masih dimungkinkan untuk berinteraksi di musim pandemi. Maka Bawaslu intens melakukan sosialisasi pengawasan partisipatif dengan kreasi-kreasi konten yang disebarluaskan melalui berbagai platform media sosial.

Salah satu yang cukup menyita perhatian publik, adalah digagasnya program Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) Daring yang dikoordinir langsung oleh Bawaslu RI. Pendaftarnya mencapai 20 ribu lebih. Dari Purworejo sendiri, ada 57 kaum milenial yang secara sadar tertarik program ini.

Di samping program pendidikan politik dan sosialisasi pengawasan, Bawaslu Purworejo selama WFH juga menyelesaikan tugas-tugas rutin penyelesaian laporan pertanggungjawaban keuangan, penatausahaan kearsipan, pengelolaan informasi, dan tugas-tugas public relation.

Pak Dul menambahkan, kerja-kerja serupa juga dilakukan KPU Purworejo. Dengan demikian, tidak benar asumsi yang menuding Bawaslu dan KPU menganggur. Dua lembaga ini, dalam batas-batas kemampuan dan jejaringnya, juga terus membantu pemerintah dalam mengkampanyekan pencegahan virus covid-19. Karena sirnanya makhluk tak kasat mata ini juga menentukan kelanjutan nasib Pilkada 2020.  

Tag
Kolom