Sidang Politik Uang Masa Tenang, 12 Saksi Diperiksa Maraton
|
PURWOREJO-Sidang kasus dugaan politik uang yang melibatkan GR (45),
caleg DPRD Kabupaten Purworejo Dapil VI memasuki agenda pemeriksaan saksi di
Pengadilan Negeri (PN) Purworejo, kemarin, 10/6/2019.
Tidak tanggung-tanggung, dalam sidang yang digelar hari pertama
masuk kerja setelah cuti lebaran itu berlangsung hingga delapan jam lamanya.
Pasalnya, saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebanyak 12
orang diperiksa sekaligus.
Para saksi tersebut terdiri dari Ketua Bawaslu Purworejo Nur
Kholiq, anggota KPU Akmaliyah, penyidik Polres anggota Gakumdu Aipda Djoko
Pamungkas, Ketua DPD PKS Kabupaten Purworejo Reko Budiyono dan istri terdakwa
Agustin Eko Puji Rahayu.
Selanjutnya orang-orang yang diduga idm menerima uang. Antara lain
Paino, Suryanto, Wagino, Sumaryani, Aristi, Ridwan, Sundari. Dalam sidang
tersebut, JPU juga menghadirkan saksi ahli pidana pemilu dari Undip Dr Pujiyono
SH MHum yang diperiksa terakhir sekitar pukul 21.30 WIB.
Dalam sidang tersebut, dua orang saksi sempat mencabut
keterangannya di BAP Polres. Yakni saksi Paino dan saksi Aristi. Keduanya
mengakui menerima uang yang diduga dari GR seperti tertuang dalam BAP. Namun
mereka mencabut keterangan yang menyebutkan uang tersebut dimaksudkan untuk
imbalan mencoblos GR. Keduanya kompak berdalih uang tersebut untuk operasional
lantaran menjadi tim sukses GR.
Namun saat dicecar oleh majelis hakim yang diketuai Anshori H,
keduanya tampak kebingungan. Saksi idm Paino tampak syok saat hakim anggota
Samsumar Hidayat mengingatkan ancaman tujuh tahun penjara bagi saksi yang
memberikan keterangan palsu di hadapan persidangan.
Paino bahkan pingsan dan sempat kejang-kejang dan harus dikeluarkan
dari ruang sidang. Selanjutnya saksi Paino langsung dibawa oleh staf Bawaslu
Purworejo bersama penyidik Polres dan staf Kejari ke RSUD Dr Tjitrowardojo
untuk mendapatkan perawatan medis.
Sementara itu, saksi Nur Kholiq menjelaskan kronologi kasus
tersebut yang ditemukan dari hasil patroli pengawasan anti politik uang yang
dilakukan Bawaslu bersama Gakumdu pada masa tenang tanggal 15 April 2019 lalu.
"Patroli pengawasan anti politik uang itu merupakan perintah
dan instruksi Bawaslu RI. Kami mendapatkan temuan ini setelah mendapatkan
informasi dari masyarakat," katanya.
Saksi Aipda Djoko Pamungkas menjelaskan, dalam proses penyidikan
ditemukan bukti petunjuk olux yang mengarah bahwa tindakan politik uang yang diduga
dilakukan GR itu tidak hanya terjadi pada masa tenang saja. Tapi diduga sudah
terjadi sejak masa kampanye.
Saksi ahli Dr Pujiyono SH MHum menguraikan, meskipun uang yang
diberikan itu belum sampai ke pemilih, namun karena itu terhenti bukan karena
dikehendaki oleh terdakwa, maka jelas niat jahat itu sudah muncul.
Demikian juga meskipun uang diberikan istrinya, namun frasa di
Pasal 523 Ayat (2) menyebutkan pemberian itu bisa secara langsung ataupun tidak
langsung. Dengan demikian sikap batin terdakwa menunjukkan adanya dikehendakinya
tindakan melakukan kejahatan.
Saat disinggung hakim terkait budaya ketimuran yang senantiasa
menghargai orang karena sudah dibantu,
Pujiyono menegasakan harus dilihat legal policy atau politik uang dari
Undang-undang 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Yakni melarang pemberian imbalan
berupa uang atau materi lainnya dengan tujuan mewujudkan pemilu bersih dan bisa
menjadi sarana untuk memilih pemimpin yang bersih pula.
Sementara itu JPU Dedy menjerat terdakwa dengan pasal berlapis.
Yakni pasal 523 ayat 1 dan ayat 2 jo pasal 278 dan pasal 280 ayat (1) huruf j.
Yakni politik uang pada masa kampanye sekaligus pada masa tenang. Apabila
terbukti, terdakwa terancam hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Sementara itu, penasehat hukum terdakwa Teguh Purnomo dalam
kesempatan itu juga banyak mengajukan pertanyaan kepada para saksi. Sidang
selanjutnya mengagendakan pemeriksaan saksi meringankan dari pihak terdakwa.
HUMAS
BAWASLU PURWOREJO