Lompat ke isi utama

Berita

Waspadai Politisasi Bansos Covid

Oleh: Rinto Hariyadi Koordinator Divisi Hukum Humas dan Hubal Bawaslu Purworejo

PANDEMI Covid-19 menimbulkan dampak yang sangat luas, mulai dari sosial, politik, budaya hingga ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan terdampak oleh pandemi ini.

Pemerintah pun sekuat tenaga melakukan upaya penanganan dan pencegahan agar pandemi Covid-19 bisa diatasi dan segera berakhir. Mulai dari mengeluarkan kebijakan social distancing, physical distanching, menyiapkan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, melarang warga untuk mudik hingga memberikan bantuan sosial yang nilainya mencapai triliunan rupiah.

Menurut penulis proses penyaluran bantuan sosial tersebut terdapat potensi dugaan pelanggaran. Yakni potensi terjadinya politisasi terhadap bansos untuk kepentingan Pilkada 2020 yang dilakukan oleh incumbent. Selain itu, potensi pelanggaran terhadap netralitas ASN, perangkat desa dan kepala desa juga mungkin saja terjadi.

Untuk mengupas persoalan di atas, pada Jumat pagi 1 Mei 2020 Bawaslu Purworejo menggelar diskusi publik melalui akun youtube Bawaslu Purworejo bertema Waspadai Politisasi Bansos Covid-19. Diskusi dalam program Jagongan Pemilu (Jalu) ini menghadirkan dua narasumber yakni Koordinator Divisi Hukum Hubungan Masyarakat dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Purworejo, Rinto Hariyadi S Sos I dan Koodinator Divisi Penyelesaian Sengketa Proses, Ali Yafie S Sy.

Diskusi yang disiarkan secara live di youtube tersebut cukup banyak peminatnya. Diskusi yang dimoderatori Staf Bawaslu Purworejo, Amri Hidayat SH itu ditonton oleh 95 orang. Mereka bersemangat ikut berinteraksi dalam diskusi tersebut dengan mengajukan banyak pertanyaan. Tak hanya masyarakat Purworejo saja yang melihat, tapi juga warga net dari luar daerah juga turut menyaksikan diskusi tersebut.

Dalam seminggu terakhir warga net dihebohkan dengan berita dugaan politisasi bansos Covid-19 yang dilakukan Bupati Klaten. Dalam cuitan di twitter, warga net menyayangkan aksi dugaan politisasi bansos tersebut. Bahkan, berita tersebut menjadi tranding topik di twitter dan masuk dalam pemberitaan media nasional.

Penulis berharap kejadian serupa tidak terjadi di Kabupaten Purworejo. Bawaslu perlu melakukan upaya pencegahan, berkoordinasi dengan pihak terkait dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat luas. Melalui diskusi Jalu online ini penulis berharap masyarakat ikut mengawasi pendistribusian bansos. Jika ada dugaan pelanggaran silakan langsung lapor ke Bawaslu.

Mengutip informasi yang diberitakan di portal berita Humas Pemkab Purworejo, Pemkab Purworejo sudah melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan Covid-19. Diantaranya dengan membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, menyediakan tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, tempat karantina untuk masyarakat, tempat transit bagi tenaga medis, mendirikan posko di tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa. Pemkab Purworejo juga sudah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 35,8 miliar.

Terdapat lima posko tingkat kabupaten yang didirikan yakni di wilayah Kecamatan Bagelen, Kaligesing, Bener, Pituruh dan Butuh. 16 kecamatan juga mendirikan posko penanganan Covid-19 dan terdapat 466 desa mendirikan posko secara mandiri.

Diportal berita Humas Pemkab Purworejo juga menyebutkan bahwa Pemkab membuka dompet peduli Covid-19 untuk menampung sumbangan dari masyarakat yang ditangani oleh organisasi Korpri Purworejo.

Selain itu, sumber lain untuk bantuan bansos Covid-19 yakni dari bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan bantuan sosial dari Dana Desa.

Banyaknya aliran dana dari pemerintah untuk warga yang terdampak Covid-19 perlu mendapat pengawasan dari semua pihak.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Purworejo meminta agar bantuan sosial (bansos) Covid-19 jangan dimanfaatkan untuk ajang kampanye Pilkada 2020. Hal itu menjadi salah satu potensi kerawanan pelanggaran yang akan menjadi fokus pengawasan Bawaslu.

Bansos Covid-19 yang berasal dari negara jumlahnya sangat besar mencapai triliunan rupiah. Bantuan tersebut dikelola dan disalurkan oleh Pemerintah Daerah ke masyarakat yang terdampak Covid-19.

Proses penyaluran bantuan dari negara tersebut harus dilakukan dengan benar sesuai sasaran dan tanpa embel-embel kepentingan politik dengan meminta dukungan penerima bantuan untuk memilih salah satu bakal calon bupati. Masyarakat tidak boleh disandra dengan kepentingan politik Pilkada 2020. Disituasi seperti saat ini semua pihak diminta jangan melakukan akrobat politik untuk kepentingan Pilkada 2020.

Bentuk politisasi tersebut diantaranya melabeli bantuan dari pemerintah dengan foto atau gambar, nama kepala daerah dan kemudian diklaim bahwa sumbangan itu berasal dari incumbent. Melabeli bantuan negara dengan simbol-simbol politik, memberikan bantuan dari pemerintah disertai ajakan untuk mendukung salah satu bakal calon kepala daerah.

Strategi pengawasan Bawaslu Purworejo dalam menyikapi potensi dugaan pelanggaran ini adalah dengan menggerakkan pengawas partisipatif yang pernah dibentuk untuk ikut melakukan pengawasan. Menggerakkan pengawas tingkat kecamatan dan desa untuk ikut melakukan pengawasan di sekitar rumahnya. Hal ini sejalan dengan instruksi Bawaslu RI dimana jajaran pengawas harus ikut andil dalam upaya penanganan Covid-19 dimasyarakat. Kendati jajaran pengawas ad hock saat ini statusnya sedang diberhentikan sementara, namun kiranya masih memungkinkan melakukan pengawasan pendistribusian bansos di lingkungannya masing-masing.

Kepala daerah yang nekat melakukan politisasi bansos bisa dikonstruksikan melanggar Pasal 76 ayat (1) huruf a Undang Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Pasal 76 ayat (1) huruf a berbunyi, kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala daerah dan atau wakilnya dapat diberhentikan apabila melanggar ketentuan tersebut. Hal ini tertuang dalam Pasal 78 ayat (2) huruf e UU Pemerintahan Daerah.

Mengutip pendapatnya Kordiv Penyelesaian Sengketa Proses Bawaslu Purworejo, Ali Yafie SSy, politisasi bansos tersebut tidak bisa serta merta dijerat menggunakan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016. Perlu dikaji terlebih dahulu apakah hal tersebut sudah dapat dijerat menggunakan undang undang tersebut atau belum.

Undang Undang Pemilihan yang bisa diterapkan yakni Pasal 71 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pihak lain yang rawan melakukan pelanggaran ini adalah aparatur sipil negara (ASN) dan pemerintah desa. Padahal, ASN, perangkat desa dan kepala desa harus netral dari aktivitas politik.

Netralitas ASN tersebut tercantum pada asas dan nilai dasar dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Tercantum juga pada nilai-nilai dasar PNS dalam PP 42 Tahun 2004 Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil juga sudah jelas melarang PNS terlibat dalam kegiatan politik.

Penulis berharap masyarakat ikut melakukan pengawasan terhadap penyaluran bansos tersebut. Jika mendapati temuan dilapangan bisa langsung lapor ke Bawaslu Purworejo. Semoga pandemi Covid-19 ini segera berakhir, sehingga pelaksanaan Pilkada 2020 dapat berjalan dengan lancar dan aman.

Tag
Kolom