Out Of The Box
|
POLITIK Hukum (Legal Policy) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memberikan bentuk baru terhadap desain kelembagaan penyelenggara pemilu di Indonesia. Salah satu yang cukup menonjol adalah perubahan status kelembagaan pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota, dari yang semula ad hoc menjadi permanen, mengikuti struktur di atasnya yang sudah lebih dahulu dipermanenkan.
Perubahan status kelembagaan ini tentu memunculkan dampak yang tidak sederhana. Transformasi kelembagaan pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota gencar dilakukan. Seperti yang dilakukan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah melalui langgam Sosialisasi Pengawasan Partisipatif (Soswastif). Dalam kurun waktu akhir Februari hingga akhir Maret 2019 lalu, Bawaslu kabupaten/kota diminta melaksanakan Soswastif dengan sentuhan kreatifitas dan inovasi untuk 13 kelompok sasaran masyarakat. Apa tujuan, manfaat, dan bagaimana pelaksanaan kegiatan tersebut? berikut kutipan wawancara langsung Lentera Pemilu dengan Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Tengah M Fajar SAKA, SH, MH
---------------------------
Apa yang melatarbelakangi Bawaslu Provinsi Jawa Tengah menggelar kegiatan Soswastif untuk 13 kelompok sasaran di tingkat kabupaten/kota ?
Jadi begini. Pemilu semestinya tidak sekedar dimaknai sebagai program rutinitas lima tahunan. Pemilu tidak boleh dipahami sekedar seremoni untuk memilih pemimpin. Pemilu harus dimaknai sebagai bagian dari budaya dan proses peradaban yang pelaksanaanya tentu harus didesain melalui kegiatan yang semenarik mungkin. Kegiatan Soswastif dengan 13 kelompok sasaran itu menjadi bagian dari ikhtiar Bawaslu Provinsi Jawa Tengah untuk menciptakan pemilu 2019 menjadi peristiwa sejarah, peristiwa budaya, dan peristiwa peradaban yang menarik dan tercatat dalam sejarah.
Mengapa Soswastif itu menyasar 13 kelompok sasaran, tujuan apa yang ingin dicapai Bawaslu Provinsi Jawa Tengah ?
Sesuai dengan amanah konstitusi kita, pemilu sesungguhnya merupakan implementasi dari kedaulatan rakyat. Dalam konteks itu, rakyat harus ditempatkan sebagai subyek pemilu. Rakyat tidak boleh hanya sekedar menjadi obyek. Maka kegiatan soswastif itu kami laksanakan dengan 13 kelompok sasaran tersebut dimaksudkan sebagai upaya melibatkan masyarakat secara langsung dalam kegiatan penyelenggaraan pemilu. Dalam konteks pengawasan, tentunya dimaknai masyarakat terlibat dalam kegiatan pengawasan pemilu. Dengan demikian, pemilu tidak hanya menjadi monopoli penyelenggara saja, tapi peran penyelenggara sesungguhnya merupakan fasilitator bagi rakyat dalam melaksanakan kedaulatannya.
Bagaimana teknis pelaksanaan Soswastif ini ?
Bawaslu Provinsi Jawa Tengah memberikan garis besar pelaksanaan kegiatan. Bawaslu Kabupaten/Kota kami minta untuk mengusulkan program-program, termasuk sasarannya. Usulan dari masing-masing kabupaten/kota itu di-review oleh tim yang kami bentuk. Kami melihat siapa kelompk sasarannya, bagaimana urgensinya, serta dilihat juga bagaimana sentuhan kreatifitas dan inovasi dari program yang diusulkan. Kalau disetujui, ya teman-teman di kabupaten/kota melaksanakan dalam kurun waktu mulai akhir Februari hingga akhir Maret.
Apakah usulan program Soswastif dari kabupaten/kota sesuai harapan Bawaslu Provinsi Jawa Tengah?
Ya, sesuai yang kami harapkan. Teman-teman di kabupaten/kota usulan programnya sangat kreatif dan inovatif. Kelompok sasarannya sangat beragam, mulai dari kelompok masyarakat lapisan bawah hingga atas digandeng semua. Ada kelompok seniman, penyair, kelompok disabilitas, kaum perempuan, organisasi sosial keagamaan, kelompok marginal, pedagang pasar, nelayan, pemilih pemula, bahkan ada juga yang melibatkan (maaf) Pekerja Seks Komersial (PSK). Jujur kegiatan yang dilaksanakan teman-teman di kabupaten/kota ini melampaui ekspektasi kami. Sentuhan kreatifitas dan inovasi itu benar-benar menjadikan lembaga Bawaslu semakin dikenal masyarakat. Bahkan dalam waktu sebulan itu, kegiatan Bawaslu menjadi trending topic dalam pemberitaan media di Provinsi Jawa Tengah karena hampir setiap hari beritanya menghiasi media, baik di surat kabar, media online, termasuk juga media televisi nasional. Kami benar-benar sangat mengapresiasi kerja-kerja teman-teman Bawaslu kabupate/kota.
Dari kegiatan Soswastif 13 kelompok sasaran, apakah ada produk riil yang dihasilkan ?
Oh ya. Banyak sekali produk yang dihasilkan oleh teman-teman. Itulah sewajarnya kami memberikan apresiasi. Beberapa produk yang dihasilkan antara lain buku antologi puisi hasil kerjasama dengan para penyair, film pengawasan hasil kerjasama dengan seniman perfilman, ada juga lukisan dengan tema pengawasan, karikatur, poster pengawasan pemilu, karya meme dengan tema pengawasan pemilu. Tentu karya-karya itu menjadi sesuatu yang baru dalam dunia penyelenggaraan pemilu
Apakah produk-produk tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi Bawaslu ?
Tentu sangat penting. Produk-produk pengawasan itu menjadi bukti bahwa teman-teman di Bawaslu, khususnya di Jawa Tengah ini punya pola pikir Out of The Box. Artinya kreatifitas dan inovasi sangat terlihat, kegiatannya tidak monoton.
Fajar Saka, SH MH
Produk-produk yang dihasilkan dari kegiatan pengawasan ini menjadi dokumen sejarah yang mencatat bagaimana kerja Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu. Generasi mendatang bisa mendaur ulang ide dan gagasanya. Melalui produk-produk pengawasan ini, tentu akan memunculkan inspirasi bagi generasi mendatang, bagaimana menyelenggarakan pengawasan pemilu.
Menurut Anda, apa manfaat yang didapatkan masyarakat dari program Bawaslu ini ?
Kalau bicara manfaat, harus dilihat dari jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada jangka pendek, tentu gaung pengawasan pemilu 2019 dirasakan masyarakat. Harapannya tentu masyarakat sebagai pemilik sah kedaulatan bisa terlibat dalam kegiatan pengawasan partisipatif. Jangka menengahnya, masyarakat menyadari pentingnya pengawasan untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan bermartabat. Pada jangka panjang, masyarakat diharapkan menyadari bahwa pemilu adalah sebuah kebutuhan. Bahkan lebih dari itu, pengawasan pemilu menjadi kebutuhan masyarakat untuk memastikan bahwa pelaksanaan kedaulatannya berjalan dengan baik. Kalau masyarakat sudah memahami bahwa pemilu, khususnya pengawasan sudah menjadi kebutuhan, kami meyakini bahwa perwujudan pemilu yang demokratis, berintegritas, dan bermartabat akan menemukan jalan lapangnya. (BP-01)